- Nama : Masfiatul Fatur Rohman Ardiansyah
- TTL : Malang, 31 Maret 2001
- Alamat : Jalan Gondowarso 1 RT 17 RW 06, Dusun Ngragi, Desa Pandanrejo, Kec.Wagir
- Hobi : membaca
- Cita-cita: ilmuwan
- Moto : Do what I say not what I do
- Riwayat Pendidikan:
- TK Dharma Wanita Gondowangi I (lulus 2007)
- SDN Gondowangi I (2007 – 2011)
- SDN Pandanrejo II (2011 – 2013)
- SMPN 01 Wagir (2013 – 2016)
- SMA Nasional Malang (2016 – 2019)
- Universitas Negeri Jember, Fakultas MIPA, Jurusan Fisika (mulai 2019)
- Organisasi:
- Anggota Karya Ilmiah Remaja SMPN 01 Wagir
- Anggota Karya Ilmiah Remaja SMA Nasional Malang
- Anggota OSIS SMA Nasional Malang
Di Balik Perjuangan sang Pejalan
Salah satu siswa SMA Nasional yang berhasil menembus Universitas Negeri Jember (UNEJ) adalah Masfiatul Fatur Rohman Ardiansyah. Ketika masih kecil, Fatur merasa sempurna memiliki keluarga lengkap: ayah, ibu, adik, dan dirinya. Namun, sang ibu mendidiknya dengan ketat dan banyak aturan. Sering kali ia merasa terkekang. Lama-lama, gaya didikan semacam itu membuatnya terbiasa. Hingga suatu hari, sang ibu pergi meninggalkannya dengan laki-laki lain. Kejadian itu membuatnya merasa bebas dan bisa lebih berekspresi. Dia pun membandingkan ketika ada sang ibu dan ketika ditinggal. Hal itu justru menjadi motivasi tersendiri untuknya. Fatur mengikuti beragam lomba.
Ketika SMP, Fatur harus selalu bangun pagi karena harus berjalan kaki selama 5 – 10 menit menuju jalan utama. Kemudian, dia akan menunggu tumpangan di pinggir jalan utama. Biasanya teman-temannya yang berkendara sendirian akan menumpanginya. Kadang juga saudara, tetangga, bahkan orang yang sama sekali tidak dikenalnya.
Suatu ketika saat Fatur kelas VIII, dia mengalami guncangan besar dalam hidupnya. “Saya mengalami titik terendah yang saya rasakan sampai sekarang,” kata Fatur, “Ayah tidak pulang selama empat semester, tidak bayar sekolah, juga tidak ambil rapor,” terangnya. Fatur mengaku, saat itu ia sering bolos. Ketika itu, Bu Elok dan guru bimbingan konseling di SMPN 01 Wagir memotivasinya. Fatur pun dapat bangkit lagi hingga berhasil masuk peringkat 10 besar di kelas, bahkan 5 besar. “Saya melupakan semua masalah, saya fokus sekolah,” ungkapnya. Tidak hanya itu, ketika ujian nasional (UN), dia berhasil menjadi peraih nilai UN tertinggi se-Kecamatan Wagir. “Saya sangat bangga. Meskipun dengan semua tekanan, tapi saya bisa,” tutur Fatur.
Dengan dukungan guru-guru SMP-nya, Fatur pun masuk di SMA Nasional, sekolah yang menyediakan beasiswa. Di SMA Nasional, Fatur merasa mendapat keluarga. Dia menyadari bahwa kondisi yang dialaminya masih lebih baik dibanding beberapa temannya. Sejak SD sampai SMP, dia tidak pernah memiliki sahabat. Namun, ketika di SMA Nasional, Fatur mengaku dapat menemukan arti teman dekat dan kebersamaan. Salah satu teman yang bagi Fatur berharga adalah Choir Ebi. “Choir adalah teman paling berharga selama 12 tahun saya sekolah,” kata Fatur,”Dia yang paling mengerti saya dan pernah bisa mengubah saya, mengingatkan saat saya salah,” terangnya.
Lolos seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) membuat Fatur makin semangat bahwa dia harus sukses. Apalagi Fatur tercatat sebagai mahasiswa penerima bidikmisi. Fatur tidak perlu pusing memikirkan biaya kuliah karena sudah ditanggung pemerintah. Fatur ingin membuktikan pada sang ibu dan keluarganya, bahwa meskipun tidak diperhatikan, dia bisa sukses.
Sejak masih SD, dia sudah suka menulis buku harian. “Saya ingin jadi ilmuwam,” kata Fatur. Fatur mengaku, motivasi terbesarnya adalah dari keinginannya sendiri. Selain itu, dia ingin mengubah lingkungannya karena di tempat tinggalnya hampir tidak ada sarjana. Fatur memiliki mimpi yang besar. Dalam targetnya, dia ingin kuliah S1 hingga lulus. Setelah itu, dia akan bekerja selama beberapa tahun, lalu dia ingin kuliah S2 dan S3 di Eropa. Ketika sukses, Fatur ingin merawat keluarganya serta membantu melunasi hutang Indonesia.
Hingga saat ini, sang ayah masih sering tidak pulang dan tidak memberinya uang saku. Fatur juga masih harus berjalan kaki menuju jalan utama untuk menmcari tumpangan ke sekolah. Ketika SMA, yang sering memberinya tumpangan adalah Dimas atau Hanafi. Kadang, ketika Dimas atau Hanafi sedang tidak bisa memberinya tumpangan, dia harus menunggu selama 30 menit – 1 jam hingga ada orang lewat yang mau memberinya tumpangan. Ketika pulang sekolah, Fatur harus jalan kaki lagi, kecuali ada yang memberinya tumpangan. Pernah suatu hari dia berjalan pulang selama dua jam hingga magrib dia baru sampai rumah. “Asyik, lo, Bu, jalan,” ungkapnya. Bagi Fatur, momen berjalan kaki dia gunakan untuk membangun mimpi. Fatur mengaku tidak pernah lelah apalagi mengeluh ketika harus berjalan kaki. “Cukup yang saya rasakan hanya capek badan. Kalau capek perasaan, saya sudah terbiasa, saya sudah kebal,” kata Fatur. (bya)