“Jika ada masalah, fokuslah mencari titik tengah dan berbuatlah adil”
Seluruh guru SMANAS duduk rapi di ruang Wakasek. Dengan mengenakan baju putih dan bawahan hitam, mereka duduk membentuk huruf U. Mereka membawa sebuah bolpoin dan lima kertas HVS kosong. Di tengah, Drs. Rusdi, M.Si. sudah siap memimpin koordinasi Rabu (2/1) itu. Koordinasi diawali dengan evaluasi beberapa tentang beberapa hal. Kemudian, Pak Rusdi mengajak bapak dan ibu guru SMANAS untuk bermain-main, tapi dengan permainan logis.
Pertama, bapak dan ibu guru diminta untuk membuat satu titik fokus di tengah kertas. Kemudian, Pak Rusdi meminta guru-guru untuk menarik garis dari titik yang telah dibuat dengan beberapa ukuran dan arah tertentu. Lalu, satu per satu guru diminta mengangkat dan menunjukkan hasil gambarnya.
“Apa yang telah Bapak dan Ibu lakukan itu memiliki filosofi,” kata Pak Rusdi. Di antara filosofinya, yaitu mengukur kecenderungan bersikap adil atau tidak adil, melihat kecenderungan berpikir mainstream. “Satu lagi yang dapat kita lihat, yaitu rasa takut salah Panjenengan sangat besar,” ungkap Pak Rusdi. Guru-guru pun tersenyum mengiyakan. Pak Rusdi menjelaskan bahwa semua bentuk yang dibuat guru-guru itu benar karena memiliki alasan yang beragam. Beliau berharap, filosofi tersebut dapat diterapkan pada siswa.
“Guru jangan mudah menyalahkan jika siswa membuat hal berbeda, asalkan ada alasan yang logis. Jangan sampai memvonis siswa salah padahal ia benar. Itu akan menjatuhkan semangatnya,” papar Pak Rusdi.
Kedua, guru diminta membuat titik fokus di tengah lagi di kertas kedua. “Silakan buat lingkaran sebanyak-banyaknya dengan melawan arah jarum jam dari titik tersebut. Saya akan menghitung selama sembilan detik,” kata Pak Rusdi memberi instruksi. Kemudian, guru-guru menunjukkan hasil gambarnya. Satu per satu dianalisis oleh Pak Rusdi berkaitan tentang karakter diri.
Ketiga, guru ditugasi membuat empat kotak di kertas ketiga. Setelah itu, kertas itu ditukar dengan guru lain. Guru yang menerima kertas harus menganalisis karakter gambar kotak yang diterima. “Ini merupakan penilaian sejawat,” tutur Pak Rusdi. Beliau berharap, guru juga dapat menerapkan penilaian sejawat pada siswa.
Keempat, di kertas keempat, guru diberi soal sebanyak lima nomor, kemudian satu per satu dianalisis jawabannya. Pak Rusdi menegaskan bahwa tidak ada yang salah, semuanya benar. Di soal nomor enam, Pak Rusdi menugasi agar membuat satu kotak yang dibagi menjadi sembilan kotak. “Isilah kotak tersebut dengan angka 1 sampai 9, tidak boleh sama, dan jika dijumlah secara vertikal atau horizontal jumlahnya harus sama,” kata Pak Rusdi.
Guru-guru memutar otak menata angka agar sesuai dengan yang diinstruksikan. Setelah itu, beliau mengungkapkan bocoran hikmah dari permainan kotak tersebut. “Jika ada masalah, fokuslah mencari titik tengah dan berbuatlah adil,” terangnya. Setelah itu, guru ditugasi menulis dua hikmah apa pun yang diperoleh berdasarkan permainan. Kemudian, satu per satu guru disilakan mengungkapkan hikmah yang diperoleh itu, ditanggapi oleh guru lain, dan dikuatkan oleh beliau.
“Saya senang mendapat pelajaran baru, jadi memiliki semangat baru, dan pemikiran baru,” tutur Bu Evien usai mengikuti permainan yang diberikan Pak Rusdi yang merangkap Ketua Kepala Sekolah Swasta di Kota Malang tersebut.
Bu Fida, salah satu guru Bahasa Inggris berpendapat serupa. “Saya mampu mengubah way of thinking,” ungkap Bu Fida. Bu Fida juga menjelaskan bahwa dia merasa lebih relax dan mempunyai menggali potensi diri untuk lebih baik. (bya)