Oleh: Ismi Nurianti
Siswa kelas atlet diagendakan mengikuti kegiatan training centre (TC) saat libur sekolah. Otomatis anak-anak wali saya kelas X IPS 3 juga harus ikut. Jumat, 21 Desember 2018 siang hingga sore, hujan turun cukup deras. Hal itu membuat rasa khawatir saya melebihi batas normal. Saya ingin melihat kondisi para anggota Spotlite (Sportive Athlete Social Three) itu. Mungkin Jumat malam itu pun mereka telah sampai di Pantai Sendiki, tempat tujuan mereka. Hanya saja, tak ada yang dapat dihubungi.
Pukul 01.43, salah satu dari mereka mengirim pesan WhatsApp yang berisi, “Bu kembung.” Sudah lega hati ini meski ingin sekali segera berangkat dan melihat mereka.
Pagi tepat pukul 9, saya ditemani suami, memulai perjalanan dan sampai ditujuan pukul 12.00. Perjalanan tersebut cukup panjang dengan cuaca yang kurang bersahabat. Jalan jadi berlumpur dan bisa saja membuat pengendara jatuh. Jalanan mendaki untuk sampai di Pantai Sendiki tak menyurutkan niat saya untuk berjumpa mereka, anak-anak saya.
Sebelum masuk area pantai, alangkah baiknya berhenti sejenak ke warung area pantai, sekadar minum teh hangat dan bertanya sebelum masuk ke medan di depan sana. Di sini saya mendapat satu cerita asal muasal pantai tujuan kami. Konon, Pantai Sendiki ditemukan oleh empat orang sahabat. Mereka saling berbagi lahan dengan menancapkan patok kayu sebagai penanda. Mbah Singo Lelono menjadi orang terakhir yang menancapkan patok. Karena bingung, ia bertanya kepada tiga orang temannya yang lain, “Punyaku sing endi iki?” Cerita itu disebut-sebut menjadi asal usul nama Sendiki (sing endi iki). Di sebelah kiri pantai, kita bisa menemukan sebuah makam yang memiliki tulisan “Singo Lelono” yang membuat cerita ini semakin menarik.
Kembali ke cerita awal. Setelah di warung itu, perjalanan masih melelahkan bahkan bisa membuat kaki njarem setelahnya. Sebab, kita harus menaiki anak tangga cukup panjang dan terjal.
Ketika di Pantai Sendiki, semua rasa khawatir pun hilang melihat anggota Spotlite sehat dan bahagia. Sambil menikmati mi instan buatan mereka sendiri, mereka tertawa di bawah gerimis yang tak kunjung berhenti. Rasa syukur terpanjatkan pada Allah dan janji saya membagi kabar dan foto-foto anak-anak pada orang tua segera terkirim lewat pesan grup orang tua. Saya yakin, orang tua mereka sangat menanti kabar, terlebih tepat pada 22 Desember, tepat di Hari Ibu.