oleh Binti Muroyyanatul `A., S.Pd.
Calon Guru Penggerak Angkatan 11 Kota Malang Kelas 162 B
Materi-materi dalam disiplin positif berkaitan kuat dengan materi sebelumnya, yaitu filosofi pendidikan KHD, nilai dan peran guru penggerak, serta visi guru penggerak. Disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi menjadi unsur-unsur penting yang menunjang terwujudnya pendidikan yang selaras dengan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Sementara itu, filosofi pendidikan dimanifestasikan dalam sebuah visi yang menjadi tujuan. Peran guru penggerak dijadikan patokan atau pedoman untuk selalu mengingatkan pendidik terhadap fungsi dan tugasnya dalam dunia pendidikan.
Disiplin positif, motivasi perilaku manusia, lima kebutuhan dasar manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi menjadi senjata yang dapat digunakan guru untuk melaksanakan fungsinya dengan baik sehingga tujuan pendidikan tercapai sesuai filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Jadi, seluruh aspek tersebut saling mempengaruhi, mendukung, dan menguatkan untuk proses tercapainya tujuan pendidikan Indonesia. Bahwa guru atau pendidik berperan untuk menuntun anak sesuai kodratnya agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai masyarakat.
Dalam melaksanakan peran sebagai pendidik di sekolah, sering kali guru menghadapi berbagai tingkah laku murid. Tidak jarang di antara murid membuat suatu kesalahan, melanggar peraturan, atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai kebajikan serta keyakinan kelas. Alih-alih membantu memperbaiki, guru justru menjastifikasi dan memberi hukuman. Oleh karena itu, program-program budaya positif hadir. Salah satunya yaitu restitusi.
Restitusi merupakan proses menciptkan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter lebih kuat. Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain.
Begitu indahnya dunia apabila terwujud budaya positif. Namun, budaya positif tidak akan terwujud apabila dilakukan satu orang saja. Budaya positif dapat terwujud dengan kolaborasi yang kuat dari seluruh warga sekolah. Dengan demikian, materi-materi dalam budaya positif sudah selayaknya tidak dinikmati sendiri, melainkan disebarluaskan. Dengan demikian, kolaborasi yang kuat antara sesama pendidik dapat terbentuk.
Berdasarkan hal tersebut, saya melakukan diseminasi budaya positif sebagai salah satu bentuk penerapan aksi nyata dari modul 1.4 dalam program Pendidikan Guru Penggerak. Kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa, 27 Agustus 2024 dan diikuti oleh guru-guru SMA Nasional Malang serta guru asistensi mengajar dari Universitas Negeri Malang. Dalam pelaksanaan diseminasi, kami mengupas berbagai materi inti dalam budaya positif. Secara keseluruhan, kegiatan ini berlangsung lancar. Kegiatan dimulai pukul 08.30 hingga 09.45. Namun, sayang sekali kepala sekolah kami berhalangan hadir untuk memberikan sambutan.
Dalam diseminasi tersebut, saya tidak hanya menyampaikan materi yang telah saya pelajari, tetapi juga menyiapkan beberapa pertanyaan, latihan analisis, dan kasus yang sesuai dengan materi. Dengan demikian, peserta tidak bosan hanya menyimak materi, tetapi juga berlatih dan menganalisis. Bahkan peserta juga saya ajak untuk praktik atau simulasi melaksanakan restitusi menggunakan metode segitiga restitusi. Di luar dugaan saya, peserta yang mengikuti diseminasi sangat aktif dan tidak pelit untuk menjawab pertanyaan atau mengutarakan pendapat. Bahkan kami juga mendiskusikan kasus-kasus yang kami temui dalam kehidupan sehari-hari ketika di kelas atau sekolah. Kami juga mendiskusikan, sudah layak atau tepatkah tindakan kami. Jika belum, maka kami cari solusinya bersama.
Pada akhirnya, hal-hal baik memang harus selalu disebarkan. Bukan untuk mendapat pengakuan, merasa sok pintar, sok benar, atau menggurui yang lain, tetapi untuk berkolaborasi dan berdiskusi agar kami dapat menjalankan peran sebagai pendidik yang senantiasa berpihak pada murid.
Giat yg menarik dan membuka wawasan baru. Saya jadi lebih banyak belajar tentang hukuman, konsekuensi dan restitusi berkaitan dengan peserta didik. Belajar lebih banyak terkait bagaimana harus merespon dan bertindak saat menemui berbagai kasus yang ada di kelas maupun lingkungan sekolah lainnya.
– Mardiah Isnianah, S.Pd. (Guru Ekonomi SMA Nasional Malang | Peserta Diseminasi)
Alhamdulillah. Terima kasih, Bu Yana. Sebagai calon guru penggerak, Panjenengan telah memberikan tambahan wawasan pada saya dan teman-teman, yaitu tentang disiplin positif. Jadi, selama ini yang saya kira itu adalah konsekuensi, ternyata itu hukuman. Walaupun mereka sebenarnya tahu bahwa saya tidak menginginkan itu. Lalu, untuk praktiknya, sebenarnya kita sudah sering melakukan segitiga restitusi. Namun, tidak semua siswa daya tangkapnya sama sehingga kita harus terus bersabar “ngopeni” mereka. Semoga ada beberapa disiplin positif yang kita terapkan dapat meresap ke hati anak-anak sehingga ke depan, mereka bisa menjadi orang yang sukses dan bermanfaat di masyarakat.
– Perdana Arief Sandy, S.Pd. (Guru Matematika SMA Nasional Malang | Peserta Diseminasi)